DPR Akan Revisi UU Perumahan dan Permukiman

Redaksi Selasa, 09-11-2010 | 07:20 WIB Arsitektur

JAKARTA-Komisi V DPR RI merencanakan segera merevisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Revisi ini mendesak segera dilakukan mengingat Kementerian Negara Perumahan Rakyat perlu mempunyai landasan hukum yang kuat.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi V Muhidin M. Said usai rapat kerja dengan Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa di Jakarta, Kamis (2/12/2009) yang dipimpin Ketua Komisi V Taufik Kurniawan (F-PAN) dan dihadiri seluruh Pimpinan Komisi V.

Muhidin mengatakan, banyak masalah yang dihadapi Kementerian ini terutama ada backlock perumahan sekitar 8 juta selama beberapa tahun. “Setiap tahun kurang lebih 1,2 sampai 1,8 juta perumahan mengalami backlock,” kata Muhidi

Dalam program-program kementerian ini, kata Muhidin, tidak punya landasan yang kuat. Oleh karena itu, kalau mau bekerja secara optimal harus dilandasi dengan pelaksanaan hukum yang kuat, yang dituangkan dalam UU.

Untuk itu, Komisi V mempersiapkan revisi UU tentang Perumahan dan Pemukiman dan UU tentang Rumah Susun. Rencana revisi ini, katanya, juga sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2010 di Badan Legislasi DPR RI.

Rencana revisi ini memang harus segera dilakukan, sehingga kementerian ini dapat bekerja secara efektif, target-target capaian dapat dipenuhi. Kalau landasan hukumnya sudah ada, dukungan pembiayaannya juga lebih mudah. Muhidin optimis, ke dua revisi UU tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2010, sehingga Kementerian ini dapat bekerja dengan optimal.

Pada kesempatan tersebut, Muhidin menyampaikan apresiasinya terhadap menteri yang baru ini. Menurutnya, menteri yang sekarang mempunyai visi misi yang jelas dan bagus. “Kalau normatif seperti lalu saya kira sulit target-target yang akan dicapai tidak mungkin dia dapat,” katanya.

Selain landasan hukum harus bagus, perlu juga melakukan evaluasi program mana yang harus dilanjutkan dan mana yang harus dihentikan. Sebagai contoh, pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang banyak dibangun tapi huniannya tidak ada. “Saya kira ini perlu dievaluasi daripada kita membangun dan di satu sisi banyak backlock perumahan, tidak dihuni, ya kita harus alihkan,” kata Muhidin. Karena ada yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, tetapi ada yang dibangun tidak ditempati.

Tentunya hal ini harus dibenahi, karena daripada membangun dengan harga mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat, lebih baik membangun yang terjangkau masyarakat. Ia mencontohkan seperti Perumnas yang lebih banyak diminati masyarakat, tinggal dinaikkan sedikit kualitasnya dari dulunya tipe 21 menjadi 32 supaya betul-betul sehat dan layak huni.

Menanggapi hal itu, Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Manoarfa mengatakan, sampai dengan tahun 2012 hanya tersedia perumahan sebanyak 836 ribu. Jadi bisa dibayangkan untuk mencapai 7,4 juta perumahan bagi masyarakat sangatlah sulit. Apalagi dengan laju pertumbuhan penduduk yang sedemikian pesatnya. “Saya menyerahkan diri pada Komisi V bagaimana cara mencapainya.Target terbanyak yang dapat dicapai hingga tahun 2014 hanya sekitar 2.050.000 unit," kata Suharso.

Suharso menambahkan, dukungan Komisi V untuk merevisi ke dua UU tersebut merupakan langkah yang tepat, karena ada beberapa perubahan substansi yang haris dilakukan. Perubahan tersebut dilakukan untuk memperkuat pengaturan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian. Selain itu, pengadaan tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat.

Hal lainnya, adalah masalah penyelenggaraan perumahan dan permukiman untuk mengoptimalkan peran stakeholder, masyarakat dan kejelasan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemda. Dan tidak kalah pentingnya, masalah pengembangan dana murah jangka panjang perumahan melalui Tabungan Perumahan Nasional, Public Service Obligation (PSO), subsidi, CSR.

Sedang mengenai substansi perubahan penting yang harus dilakukan terkait UU tentang Rumah Susun adalah membedakan pengertian masyarakat berpenghasilan atas, masyarakat berpenghasilan menengah bawah dengan masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, menambahkan materi mengenai sistem sewa serta status dan jangka waktu kepemilikan, pengaturan tentang penghunian dan pengelolaan rumah susun, penyediaan tanah bagi pembangunan rumah susun di perkotaan, ketentuan tentang pola kerjasama pembangunan rumah susun dan menyempurnakan sanksi pidana(jkt/property news)